Selasa, 10 Maret 2009

konseling kelompok psikoanalisis

A. SEJARAH PERKEMBANGAN
Salah satu aliran utama dalam psikologi adalah teori psikoanalitik. Peletak dasar teori psikoanalisis (psychoanalytic) yaitu Sigmund Freud (1856-1939) seorang ahli saraf yang perhatian pada ketidaksabaran.kepribadian manusia terbesar berada pada dunia ketidaksabaran dan merupakan sumber energi prilaku manusia yang sangat penting. 
Freud dilahirkan di Freiburg,Moravia (Cekoslovakia) pada 1856. Pada usia 83 tahun dia meninggal di London. Buku yang sangat berpengaruh terhadap pemikirannya adalah The Origin of the Species karya Darwin. Freud meraih gelar professor pada 1902 di Vina.
Banyak buku yang ditulis oleh Freud, dintaranya Interpretation of Dreems, psychopathology of every day life, dan A case of Histeria on sexuality, selain karya-karyanya yang terkumpul dalam Collected Paper.
Freud memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan filsafat, ilmu pengetahuan, dan lebih khusus lagi psikologi. Dia telah memiliki banyak murid diantaranya adalah Karen Hornoy, Erick H. Erikson, Carl Jung dan Alfred Adler yang pada akhirnya Freud ini mengembangkan teorinya sendiri.

B. HAKEKAT MANUSIA

Pandangan Freud tentang manusia pada dasarnya pesimistik, deterministic, mekanistik, dan reduksionistik. Menururt Freud, manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivas-motivasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama kehidupan.
Manusia dipandang sebagai sistem energi yang kompleks yang memiliki energi psikis yang diperoleh dari apa yang kita makan dan perilaku manusia ditentukan oleh dorongan-dorongan yang irrasional dan tidak disadari.
Freud juga menekankan pada naluri-naluri. Segenap naluri bersifat bawaan dan biologis. Freud menekankan pada naluri-naluri seksual dan impuls-impuls agresif. Ia melihat tingkah laku sebagai dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan dan menghindari kesakitan. Manusia memiliki naluri-naluri kehidupan maupun kematian. Menurut Freud, tujuan segenap kehidupan adalah kematian, kehidupan tidak lain adalah jalan melingkar kearah kematian.  

C. TEORI KEPRIBADIAN
1. Topografi Kepribadian
a) Alam sadar : bagian kesadaran yang memiliki fungsi mengingat, menyadari dan merasakan sesuatu secara sadar.
b) Alam prasadar : bagian kesadarn yang menyimpan ide, ingatan, dan perasaan tersebut ke alam sadar jika kita berusaha mengingatkannya kembali.
c) Alam bawah sadar : bagian dari dunia kesadarn yang terbesar dan sebagai bagian terpenting dari struktur psikis karena segenap pikiran dan perasaan yang dialami sepanjang hidupnya yang tidak dapat disadari lagi akan tersimpan didalamnya. 

2. Struktur Kepribadian
a) Super Ego : termasuk wakil dari nilai, norma, mengejar prinsip kesempurnaan. Fungsinya adalah : menghambat dorongan ID dan mempersuasi EGO agar mencapai tujuan yang moralitas.
b) Ego : Komponen psikologis, sebagai eksekutif (pelaksana) kepribadian, realitas dan bukan sekedar membayangkan 
( tapi juga mencari cara), dan termasuk aspek intelegensi. Funsinya : membedakan fakta dengan khayalan.
c) Id : merupakan komponen biologis yang dibawa sejak lahir, buta, tidak social, mengejar prinsip kenikmatan, berkehendak, tidak sopan, spontan, realita subyektif, dan merupakan resevoar instrik. 
3. Perkembangan Kepribadian
a) Tahap oral ( 0-1 thn)
Pengalaman mengeksploitasi kenikmatan erotik pada daerah sekitar mulut (daerah hisab)
b) Tahap anal (1-3 thn)
Tahap mengeksploitasi kenikmatan pada daerah anus, menahan, mengeluarkan feces dll.
c) Tahap Phalik (3-5thn)
Mengeksploitasi aktivitas seksual, perhatian dipusatkan pada alat kelamin ( penis pada laki-laki, dan klitoris pada perempuan). Pada tahap tersebut terjadi beberapa hal yaitu : odipus compleks, dan electra compleks.
d) Tahap laten (5/6 -11/12 thn)
Individu berada pada fase tenang, beralih pada narsistik (sosialisasi) dan focus pada minat dan hubungan luar diri.
e) Tahap Genital ( 23-18 thn)
Pada tahap ini individu mulai beralih dari cinta diri ke cinta kepada orang lain atau teman sebaya. Mulai mengembangkan hubungan heteroseksual, mengarah kepada kedewasaan, dan mengembangkan tanggung jawab.
f) Tahap Genital Lanjut ( 18-mati)
Keadaan individu matang dan dewasa, kemandirian dan beralih dari pengaruh orang tua. 
4. Dinamika Kepribadian
a) Kecemasan
 Kecemasan realitas : kecemasan individu akibat dari ketakutan menghadapi realitas sekitarnya
 Kecemasan neurotic : kecemasan karena khawatir tidak mampu mengatasi atau menekan keinginan-keinginan primitifnya
 Kecemasan moral : kecemasan akibat dari rasa bersalah dan ketakutan dihukum oleh nilai-nilai yang ada pada hati nuraninya
b) Mekanisme pertahanan diri
 Represi : melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan, mendorong kenyatan yang tidak bisa diterima kepada ketaksadaran
 Denial : penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi masih ada dalam alam sadar
 Proyeksi : menyalahkan orang lain atas kesalahan dirinya sendiri 
 Distorsi : pertahanan yang dilakukan dengan melakukan penyangkalan terhadap kenyatan hidupnya dengan tujuan untuk menghindari kcemasan
 Regresi : secara tidak sadar memunculkan perilaku yang tidak matang
 Rasionalisasi : membuat alasan yang tampak masuk akal untuk membenarkan tindakannya yang salah
 Sublimasi : mengganti dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima secara social ke bentuk yang dapat diterima secara social
 Displacement : menggantikan perasaan bermusuhan atau agresivitasnya dari sumber-sumber aslinya ke orang atau objek lain yang biasanya kurang penting
 Kompensasi : menutupi kelemahan dengan jalan memuaskan atau menunjukkan sifat tertentu secara berlebihan karena frustasi dalam bidang lain

D. KARAKTERISTIK PRIBADI SEHAT/NORMAL DAN PRIBADI SAKIT/ BERMASALAH
a. Menurut pandangan psikoanalisis, pribadi sehat/ normal adalah:
1. Bila struktur kepribadian berfungsi seimbang pada setiap tahap perkembangan psikoseksual.
2. Pribadi yang sadar karena akan memotivasi orang tersebut untuk bisa menemukan pilihan yang tepat.
b. Sedangkan pribadi sakit/ bermasalah memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Ketidakmampuan untuk memilih kepercayaan pada diri sendiri atau orang lain, merasa takut untuk mencintai, dan menciptakan hubungan yang akrab dan estimasi diri yang rendah.
2. Ketidakmampuan untuk mengenali dan melontarkan rasa permusuhan, amat berang dan benci, pengingkaran adanya kekuatan diri sebagai pribadi dan adanya rasa mandiri.
3. Ketidakmampuan untuk sepenuhnya menerima adanya seksualitas dan gairah yang dimiliki, susahnya menerima dirinya sendiri sebagai laki-laki atau perempuan dan rasa takut akan seksualitas.
4. Tingkah laku bermasalah disebabkan oleh kekacauan dalam berfungsinya individu yang bersumber pada dinamika yang tidak efektif antara id, ego, dan super ego. proses belajar yang tidak benar pada masa kanak-kanak.

E. PEMBENTUKAN KELOMPOK DALAM KONSELING KELOMPOK PSIKOANALISIS

Pengaturaan kelompok, bahwa pembentukan kelompok terjadi secara heterogen, artinya anggota tidak terbatas pada jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, etnik, sosial budaya, namun terbatas pada masalah yang sama atau hampir sama. Anggota kelompok dipilih berdasarkan pada konseling individual, yang di situ klien masih memiliki fleksibilitas ego secukupnya. Ini memungkinkan mereka untuk saling berinteraksi secara aktif dan mempermudah terjadinya tritmen kelompok.
1. Kelompok terdiri dari 5-6 orang
2. Anggota kelompok terdiri dari individu yang memiliki masalah hampir sama.
3. Merupakan terapi individu dalam kelompok yang mempunyai orientasi analitik.
4. Perwujudan dinamika kelompok adalah keterlibatan anggota dalam diskusi kelompok, hal ini sengaja dimanfaatkan dan diarahkan untuk tujuan konseling kelompok agar mampu memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan pribadi anggota yang terlibat di dalamnya.
5. Pemimpin mencari terjadinya perubahan tingkah laku menyimpang dalam kelompok dengan menjelaskan proses kelompok setiap kali para anggota memberi respon.
6. Mengarahkan tranferensi dan resistensi kelompok untuk memperoleh dasar perubahan kepribadian anggota. 

F. PROSES TERAPEUTIK
1. Tujuan Konseling
• Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme penyesuaian diri mereka sendiri 
• Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, disikusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa direkonstruksi lagi
2. Peran konselor dan klien
1) Peran konselor
• Mengatakan hubungan funsional dengan klien
• Bersifat anonim (internal)
• Member kebebasan kepada klien untuk mengungkapkan dan menafsirkan segala sesuatu
• Mendengarkan, memahami, dan menganalisis ungkapa-ungkapan klien
• Sebagai guru
2) Peran klien
• Menyetujui prosedur koneling
• Mengungkapkan hal ihwal tentang dirinya dalam proses konseling
• Siap mengakhiri atau menyetujui konseling
3. Hubungan konselor dan klien
1) Hubungan transferensi
2) Kontertransferensi

G. PROSES (TAHAP) KONSELING
1. Opening phase
• Penentuan masalah
• Penentuan tanggung jawab
• Pengungkapan diri konseli
• Pengamatan dan pencatatan ungkapan konseli
2. Development of transference (pengembangan) 
• Mengamati, menganalisis dan interpretasikan transferensi
3. The working through (tahap penanganan)
• Analisis dan interpretasi transferensi
• Analisis dan interpretasi, resistensi (penolakan klien terhadap hal-hal yang tak disadari)
• The resolution of the transference
• Menyelesaikan ketergantungan konseli terhadap konselor 
• Akhiri layanan
• The countribution and weaknesses

H. TEHNIK-TEHNIK KONSELING
1. Asosiasi bebas (free asosiation), adalah teknik dimana konselor meminta klien untuk mengungkapkan pengalaman-pengalaman masa lalunya.
2. Interpretasi (interpretation), adalah teknik yang digunakan untuk mengetahui ada apa dibalik perilaku konseli (membuat konseli paham tentang makna atau arti perilaku konseli).
3. Analisis dan interpretasi mimpi
4. Analisis resistensi
5. Analisis interpretasi trasferensi : pengaliran perasaan pada saat pross konseling
I. TAHAP-TAHAP PERUBAHAN TINGKAH LAKU
 Konseling kelompok psikoanalisis tidak membagi tahapan perkembangan kelompok, melainkan lebih menekankan tahap terpai kelompok. Perupahan intrapsikis klien harus dilacak sebagai problema individual. Hal inilah yang menjadikan anggota tidak selalu seragam berada tahap terapi yang sama. Kelompok dibiarkan terbuka sehingga memungkinkan para anggota membuat tahapan tidak sama.
 Berikut beberapa tahapan terapi dalam konseling kelompok psokoanalitik :
Tahap I. Persiapan dalam bentuk analisis individu
1. Konselor menmyiapkan individu sebagai anggota melalui wawancara individual.
2. Konselor mempelajari sejarah masa lalu dan mimpi-mimpi klien.
3. Anggota kelompok saling berkenalan dan konselor menjelaskan prosedur yang dipakai serta batas-batas aturan tertentu (missal : menjaga kerahasiaan kelompok, dsb).
4. Bertujuan untuk memperoleh kesan struktur dan pribadu klien dan mendiagnosis problemnya., kemudian merencanakan terpai untuk klien. Pada tahap ini tidak ada batas waktu yang pasti sebab kemungkinan klien akan berpindah ke konseling individual.
Tahap 2. Pembentukan rapport nelalui mimpi dan fantasi
1. Konselor meminta setiap anggota kelompok untuk menceritakan mimpi, khayalan atau lamunannya.
2. Konselor mengajak mereka untuk saling berkomunikasi untuk membahas laporan teman-temannya.
3. Bagi mereka yang pendiam, bisa digunakan teknik “Going Around” yakni klien diminta mengekspresikan apa saja yang terlintas dalam pikirannya tentang anggota kelompoknya.
Tahap 3. Analisis Resistensi
1. Klien berperan sebagai “peramal” ikut dalam kelompok tetapi tidak terlibat di dalamnya.
2. Klien bersembunyi dibalik analisis klien yang lain, lebih memperhatikan neurotik orang lain dalam mengelak analisis dirinya.
3. Mengarahan perhatian kelompok kepada seseorang dengan mengatakan orang tersebut marah atau menarik.
4. Menganalisis diri sendiri untuk menghindari analisis dari temannya.
5. Menceritakan masa lalu, apa yang terjadi pada masa lalunya yang sengaja dibuat-buat untuk menghindari usaha pemecahan masalah.
6. Sepanjang pertemuan diam saja.
7. Berperan sebagai pembantu konselor (pemimpin).
8. Terlambat hadir
Pada tahap ini digambarkan masa pemberontakan kelompok menentang konselor.
Tahap 4. Analisis Transferensi
 Tahap ini merupakan tahap untuk membantu klien memahami seberapa jauh klien membawa perasaan keluarganya atau orangtuanya di masa lampau yang sekarang dikenakan pada anggota kelompok dan konselor (pemimpin). Bagian-bagiannya adalah sebagai berikut :
1. Konselor menjelaskan pengertian dan pentingnya transferensi.
2. Konselor menjelaskan sifat-sifat transferensi seperti cara memandang orang lain yang tidak relevan, tidak rasional, diulang-ulang dengan perasaan cemas, tegang dan tidak berdaya.
3. Konselor mengambil contoh kejadian transferensi yang timbul dalam kelompok atau meminta klien mengemukakan apa yang dirasakannya sebagai suatu transferensi. Anggota kelompok membantu menganalisis.
4. Konselor menekankan tranferensi perlu dikemukakan secepatnya begitu hal tersebut terjadi, mendorong anggota untuk mengingat masalahnya dan membuat transferensi.
Tahap 5. Pendalaman
Menurut Walf, tahap ini merupakan periode dimana reaksi transferensi dilawan dengan keras, pemahaman harus diikuti dengan perbuatan, berbicara diganti dengan perubahan watak-perfofmansi-dan disiplin kelompok menuntut perubahan pribadi. Criteria untuk menguji kesiapan anggota adalah seberapa luas anggota dapat menganalisis dan mengatasi transferensi. Bahkan seberapa jauh anggota tidak mengijinkan anggota lain menjadikan dirinya obyek priyeksi perasaan yang tidak dimilikinya.

Tahap 6. Reorientasi dan Integrasi Sosial
Tahap ini merupakan tahap akhir konseling kelompok psikoanalitik. Tujuan tahap ini adalah sebagai berikut :
1. Menguji ketermapilan anggota, yakni keterampilan mengembangkan dan menunjukkan kepercayaan diri lebih positif dan konstruktif dalam memandang kehidupan.
2. Individu mampu bergaul dengan sesama anggota tanpa keinginan yang berlebihan untuk diterima dan menyenangi anggota lain.
3. Mampu menghadapi kenyataan dan menahan tekanan hidup sehari-hari.
4. Individu mampu menghadapi cara hidup baru yang bebas dari konflik masa lalu.

KONSELING KELOMPOK

A. Hakikat Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan upaya untuk membantu individu agar dapat menjalani perkembangannya dengan lebih lancar, upaya itu bersifat preventif dan perbaikan. Dengan kata lain konseling kelompok merupakan usaha bantuan yang diberikan pada individu dalan suasana kelompok yang bersifat pencegahan serta perbaikan agar individu yang bersangkutan dapat menjalankan perkembangannya dengan lebih mudah. Selanjutnya konseling kelompok diuraikan oleh Gazda (1989) sebagai berikut.
Kegiatan konseling kelompok bersifat pencegahan dalam arti bahwa klien yang bersangkautan mempunyai fungsi dalam masyarakat, tetapi mungkin mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu dalam kehidupannya. Dengan konseling kelompok kelemahan-kelemahan itu dapat diatasi tanpa menimbulkan masalah-masalah yang gawat.
Konseling kelompok membantu individu dalam menjalani perkembangannya dengan lebih lancar, dalam arti bahwa konseling kelompok member dorongan dan motivasi kepada individu untuk membuat perubahan-perubahan dan memanfaatkan potensinya secara maksimal. Selanjutnya Gazda menyebutkan bahwa konseling kelompok dapat digunakan untuk membantu individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam tujuh bidang yaitu: psikososial, vokasional, kognitif, fisik, seksual, moral dan afektif.
Konseling kelompok bersifat perbaikan untuk individu-individu yang mempunyai perilaku suka menyalahkan diri sendiri (self-defeating behavior), tetapi mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah-masalahnya tanpa bantuan konseling. Walaupun demikian, dengan bantuan konseling kelompok individu diharapkan dapat mengatasi masalahnya dengan lebih cepat dan tidak menimbulkan gangguan emosi yang berarti.  

B. Tujuan Konseling Kelompok 
Konseling kelompok diberikan karena memiliki tujuan-tujuan tertentu antara lain sebagai berikut: 
1. Membantu individu dalam mencapai perkembangan secara optimal 
2. Berperan mendorong munculnya motivasi kepada individu untuk membantu membuat perubahan dengan memanfaatkan potensi secara maksimal 
3. Diharapkan individu dapat mengatasi masalahnya dengan cepat dan tidak menimbulkan gangguan emosi 
4. Menciptakan dinamika sosial yang berkembang secara intensif 
5. Mengembangkan keterampilan komunikasi dan interaksi sosial yang baik dan sehat. 

C. Ciri-Ciri Konseling Kelompok 
1. Kegiatan konseling kelompok bersifat preventif (pencegahan), dengan konseling kelompok diharapkan klien termotivasi untuk dapat mengembangkan kemampuan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, 
2. Kegiatan konseling kelompok bersifat perbaikan, dalam hal ini biasanya digunakan bagi individu yang mempunyai perilaku suka menyalahkan diri sendiri (self-defeating behavior), tetapi memiliki potensi untuk menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan konseling, 
3. Kegiatannya biasanya berpusat pada hal-hal yang khusus seperti masalah pendidikan, pekerjaan, sosial, dan pribadi dari kesepakatan anggota kelompok, 
4. Pembicaraannya bersifat rahasia, 
5. Kegiatan ini merupakan hubungan antar pribadi yang menekankan pada proses berfikir secara sadar, perasaan dan perilaku anggotanya, 
6. Kegiatan ini berkaitan erat dengan penyelesaian tugas-tugas perkembangan individu selama hidupnya, 
7. Konseling kelompok menumbuhkan empati dan dorongan yang memungkinkan terciptanya rasa saling percaya dan saling peduli yang diawali antar sesama anggota kelompok dan antar sesama anggota kelompok dengan konselor, 
8. Kegiatan konseling kelompok biasanya dilakukan di dalam situasi kelembagaan, contohnya di sekolah. 

D. Unsur-Unsur Konseling Kelompok 
1. Anggota kelompok adalah individu normal yang mempunyai masalah penyesuaian yang masih dapat diatasi 
2. Konseling kelompok dipimpin oleh konselor atau psikolog dengan latihan khusus bekerja dengan kelompok 
3. Permasalahan yang dihadapi antar anggota adalah sama 
4. Metode berpusat pada proses kelompok dan perasaan kelompok 
5. Interaksi antar anggota sangat penting 
6. Berdasar pada alam kesadaran 
7. Menekankan pada perasaan dan kebutuhan anggota 

E. Tahap-tahap konseling kelompok
Dalam pelaksanaan konseling kelompok, Prayitno (1987) membagi kegiatan menjadi empat tahap, yaitu (1) tahap pembentukan atau tahap pengawalan, (2) tahap peralihan, (3) tahap kegiatan, (4) tahap pengakhiran. Dari masing-masing tahap akan diuraikan secara rinci baik yang berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai, kegiatan pemimpin kelompok beserta peranannya.
Tahap I
Tahap I ini dinamakan juga tahap pembentukan, dimana tahap pembentukan ini para anggota kelompok saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan kegiatan konseling kelompok yang ingin dicapai, yang dipimpin oleh pimpinan kelompok. Tahap ini ditandai dengan keterlibatan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok.
Tahap II
Tahap II ini dinamakan tahap peralihan. Pada tahap peralihan biasanya diwarnai dengan suasana ketidakseimbangan dalam diri masing-masing anggota kelompok, yang menyebabkan tingkah lakunya tidak sebagaimana biasanya. Selain itu, tahap ini juga merupakan jembatan antara tahap pertama dan tahap berikutnya. Oleh karena itu, apabila tahap peralihan dapat dilalui dengan baik, sehingga diharapkan tahap-tahap berikutnya akan dapat juga berjalan baik.
 Tahap III
Tahap ketiga dinamakan tahap kegiatan. Tahap ini merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Kegiatan kelompok pada tahap ini tergantung pada hasil dari dua tahap sebelumnya. Jika tahap-tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap ketiga ini akan berlangsung dengan lancar, dan pemimpin kelompok mungkin sudah bisa lebih santai dan membiarkan para anggota kelompok melakukan kegiatan tanpa banyak campur tangan dari pemimpin kelompok.
Tahap IV
Tahap keempat dinamakan tahap pengakhiran. Berkenaan dengan pengakhiran kegiatan kelompok pokok perhatian hendaknya lebih ditujukan kepada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu kemudian menghentikan pertemuan. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai sebaiknya mendorong kelompok tersebut untuk terus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama dapat tercapai secara penuh. Dalam hal ini anggota kelompok yang menetap sendiri kapan kelompok itu akan bertemu. 
Ketika kelompok memasuki tahap pengakhiran, kegiatan kelompok dipusatkan pada pembahasan-pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok akan mampu menerapkan hal yang mereka pelajari pada kehidupan mereka sehari-hari.
 
F. Bentuk-bentuk konseling kelompok
1. T-group ( Kelompok latihan)
2. Kelompok pertumbuhan pribadi
3. Konsultasi kelompok keluarga
4. Terapi kelompok